Mukadimah Pertama
Di dalam bagian ini, akan diterangkan mengenai:
– Makna istilah tafsir
– Penggunaan kata ta’wil dengan makna tafsir
– Tujuan mempelajari tafsir
– Kedudukan ilmu tafsir
– Dalil-dalil yang menunjukkan keutamaan ilmu tafsir
[1] Makna Istilah Tafsir
Secara bahasa tafsir bermakna menyingkap sesuatu yang tertutupi. Adapun menurut istilah para ulama, yang dimaksud dengan tafsir adalah menerangkan kandungan makna al-Qur’an al-Karim (lihat Ushul fi at-Tafsir, Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah, hal. 25)
[2] Ta’wil Dengan Makna Tafsir
Dalam Al-Qur’an, kata ta’wil terkadang bermakna tafsir. Misalnya firman Allah ta’ala (yang artinya), “Beritahukanlah kepada kami tentang ta’wilnya. Sesungguhnya kami melihat engkau (wahai Yusuf) termasuk orang yang pandai (mena’birkan mimpi).” (QS. Yusuf: 36)
Demikian pula halnya dalam hadits. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam suatu saat mendoakan Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma, “Ya Allah, pahamkanlah dia dalam urusan agama dan ajarkanlah kepadanya ilmu ta’wil.” (HR. Bukhari dalam Kitab al-Wudhu’, hadits no. 143, akan tetapi tambahan ‘ajarkanlah kepadanya ilmu ta’wil’ tidak terdapat dalam Shahihain, lihat Fath al-Bari [1/207])
[3] Tujuan Mempelajari Tafsir
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah menerangkan, bahwa tujuan mempelajari tafsir adalah untuk menggapai maksud yang terpuji dan memetik faidah yang agung yaitu: membenarkan berita-berita yang terkandung di dalamnya, memetik manfaat darinya, dan menerapkan hukum-hukumnya sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah. Dengan demikian, seorang hamba akan bisa beribadah kepada Allah di atas landasan bashirah/ilmu (lihat Ushul fi at-Tafsir, hal. 26)
[4] Kedudukan Ilmu Tafsir
Ibnu Hajar rahimahullah ketika menjelaskan ayat yang dibawakan oleh Imam Bukhari rahimahullah dalam Shahihnya (yang artinya), “(Wahai Rabbku) Tambahkanlah ilmu kepadaku.” Maka beliau mengatakan, “(Ayat ini) sangat jelas menunjukkan keutamaan ilmu. Sebab Allah ta’ala tidaklah memerintahkan Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta suatu tambahan kecuali tambahan ilmu. Dan yang dimaksud ilmu di sini adalah ilmu syari’at yang membuahkan faidah bagi mukallaf/orang yang mendapat beban syari’at yaitu dia akan bisa memahami apa yang wajib dia kerjakan dalam urusan agamanya, baik dalam hal ibadah maupun muamalah. Termasuk di dalamnya adalah ilmu tentang Allah dan sifat-sifat-Nya. Ilmu tentang perintah (ketaatan) yang wajib ditunaikan kepada-Nya serta mensucikan Allah dari segala cela dan kekurangan. Poros ilmu agama itu adalah pada ilmu tafsir, hadits, dan fikih…” (lihat Fath al-Bari [1/172] cet. Dar al-Hadits)
[5] Dalil-Dalil Keutamaan Ilmu Tafsir
Dalil Al-Qur’an:
Pertama.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “(Ini adalah) Sebuah Kitab yang Kami turunkan kepadamu (Muhammad) yang penuh dengan berkah agar supaya mereka merenungkan ayat-ayatnya dan supaya orang-orang yang memiliki akal pikiran mau mengambil pelajaran darinya.” (QS. Shaad: 29)
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berdalil dengan ayat ini untuk menunjukkan bahwa mempelajari ilmu tafsir adalah wajib. Sebab hikmah diturunkannya al-Qur’an ini adalah untuk direnungkan oleh umat manusia dan supaya mereka bisa memetik pelajaran-pelajaran yang tersimpan di dalamnya. Sedangkan tadabbur itu sendiri adalah sebuah usaha mencermati lafal-lafalnya untuk bisa mencapai kandungan makna yang tersimpan di dalamnya. Apabila tidak seperti itu niscaya hikmah diturunkannya al-Qur’an menjadi sirna. Sehingga al-Qur’an hanya akan menjadi lafal-lafal yang tidak meninggalkan bekas pengaruh apapun dalam diri manusia. Sebab tidak mungkin bisa memetik pelajaran yang terdapat di dalam al-Qur’an jika seorang tidak memahami kandungan makna-maknanya (lihat Ushul fi at-Tafsir, Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah, hal. 25)
Kedua.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Apakah mereka itu tidak mentadabburi al-Qur’an, ataukah di dalam hati mereka terdapat gembok-gemboknya?” (QS. Muhammad: 24)
Imam al-Qurthubi rahimahullah menerangkan di dalam tafsirnya, bahwa maksud dari gembok yang menutupi hati mereka itu adalah sesuatu yang menyebabkan keimanan tidak bisa meresap ke dalam hati mereka, begitu pula kekafiran tidak bisa keluar dari dalam hati mereka. Sebab Allah telah mengunci hati mereka, nas’alullahas salamah (lihat al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an [19/276])
Ketiga.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan Kami turunkan kepadamu (Muhammad) adz-Dzikr (al-Qur’an) supaya kamu jelaskan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka itu dan mudah-mudahan mereka mau memikirkan.” (QS. An-Nahl: 44)
Syaikh as-Sa’di rahimahullah menjelaskan, bahwa penjelasan yang diberikan oleh Rasul -sebagaimana disebutkan dalam ayat ini- mencakup penjelasan lafal dan penjelasan makna-maknanya (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 441 cet. ar-Risalah)
Keempat.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan ulil amri diantara kalian. Kemudian, apabila kalian berselisih tentang suatu perkara maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir. Hal itu yang terbaik dan paling bagus akibatnya.” (QS. An-Nisaa’: 59)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, bahwa maksud dari ‘taatilah Allah’ adalah ikutilah Kitab-Nya, sedangkan ‘taatilah Rasul’ adalah ambillah Sunnah/ajaran beliau. Beliau juga membawakan penjelasan Mujahid dan para ulama salaf yang lain, bahwa maksud dari ‘kembalikanlah kepada Allah dan Rasul’ adalah kembali kepada Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam (lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim [2/250] cet. Al-Maktabah At-Taufiqiyah)
Kelima.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Apa pun masalah yang kalian perselisihkan padanya maka keputusan hukumnya adalah kepada Allah.” (QS. Asy-Syura: 10)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Maka apa pun yang telah diputuskan hukumnya oleh Al-Kitab dan As-Sunnah serta dipersaksikan keabsahannya oleh keduanya maka itulah kebenaran yang sejati, dan tidak ada lagi sesudah kebenaran itu kecuali kesesatan.” (lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim [2/250] cet. Al-Maktabah At-Taufiqiyah)
Dalil Hadits:
Pertama.
Dari ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari dalam Kitab Fadha’il al-Qur’an, hadits no. 5027)
Kedua.
Dari ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah akan mengangkat dengan Kitab ini beberapa kelompok orang, dan Allah juga akan merendahkan dengannya sebagian kelompok yang lain.” (HR. Muslim dalam Kitab Sholat al-Musafirin, hadits no. 817)
Kesimpulan:
- Tafsir adalah penjelasan terhadap kandungan makna al-Qur’an
- Terkadang istilah tafsir diungkapkan dengan kata ta’wil
- Dengan memahami tafsir maka seorang akan bisa beribadah kepada Allah di atas ilmu
- Ilmu tafsir termasuk pokok ilmu syari’at
- Ilmu tafsir memiliki banyak keutamaan
- Hukum mempelajari tafsir adalah wajib
- Memahami tafsir adalah kunci untuk men-tadabburi al-Qur’an dan menggapai kemuliaan
- Salah satu tugas rasul adalah menafsirkan al-Qur’an untuk umat
- Memahami tafsir adalah kunci untuk menyelesaikan berbagai perselisihan di tengah umat